Peranan Lembaga Keuangan dalam kemitraan dengan usaha Perikanan Tangkap Di Kabupaten Subang Ditulis oleh: Charles Bohlen Purba 3 February 2015 Dilihat: 5790 kali Download Lampiran Disini Peranan Lembaga Keuangan dalam kemitraan dengan usaha Perikanan Tangkap Di Kabupaten Subang Oleh : Dr. Charles Bohlen Purba, SE, MM. *) Abstract Less on developing and contributing fisheries sector on Gross National Product (GNP), especially capture fishing efforts in Subang Regency, dominantly because of capital limitation and imprecisely capture fishing sector development. This research is trying to analyze financial feasibility of capture fishing sector and its relationship with financial institutions. The analyzing methods would be referred to Hanley and Spash (1993) there are Net Present Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), and Payback Period (PP). The results shows that capture fishing with tonda line fishing, round gill net (JIL) and state gill net (JIT) and shell collecting are capture fisheries efforts with good financial conditions (NPV tonda line fishing = Rp 25.396.254, NPV JIL = Rp 71.791.452, NPV JIT = Rp 112.295.972 and NPV shell collecting = 139.000), and the other five capture fisheries efforts have NPV, B/C Ratio, IRR, ROI and PP appropriate with terms and conditions, then its could be more development and proper to get financial institutions support. And capture fisheries with fishhook and fishing line are not properly to be development. There are four potential financial institutions which could support the capture fisheries efforts, but for now on only BCA Bank and KUD Bina bahari mandiri which needed its actions. And the kind of credits/payments/services which could be optimally used from BCA Bank are Time Credits and Business Development services, with each reaching Rp 3.752.500.000 and Rp 375.250.000 each year. And from KUD Bina bahari consist of Huge financing (special), Big-Medium class financing, and small class financing are optimally could be reaching Rp 4.067.500.000, Rp 1.627.000.000 and Rp 162.700.000 each year. And there are financial institution which not needed its services because of the credits scale which offered are not suitable, the relations not connected, there are problems in collateral, and trust factor. Keywords : financial, credits, financial institutions Abstrak Kurang berkembangnya dan berkontibusinya sektor perikanan terhadap PDBN, khususnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang dominan karena pada keterbatasan modal dan kurang tepatnya usaha perikanan tangkap yang dikembangkan. Penelitian ini mencoba menganalisis kelayakan finansial usaha perikanan tangkap dan kemitraannya dengan lembaga keuangan. Metode analisis mengacu kepada Hanley dan Spash (1993) tentang Net Preset Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), dan Payback Period (PP). Hasil analisis menujukkan bahwa usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL) dan jaring insang tetap (JIT) dan pengumpulan kerang merupakan usaha perikanan tangkap yang kondisi finansialnya bagus (NPV pancing tonda = Rp 25.396.254, NPV JIL = Rp 71.791.452, NPV JIT = Rp 112.295.972 dan NPV alat pengumpul kerang = 139.000) dan kelima usaha perikanan tangkap mempunyai NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP sesuai yang *) : Dosen di Kopertis Wilayah III Jakarta (Kementrian DikNas), Dosen pada Pasca sarjana Universitas Bhayangkara Raya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kasih Bangsa, Akademi Pimpinan Perusahaan dan Sekolah Tinggi Manajemen Industri Kementrian Perindustrian. dipersyaratkan, sehingga dapat dikembangkan dan layak mendapat dukungan oleh lembaga keuangan, sedangkan bagan perahu dan Jala tidak layak. Ada empat lembaga keuangan potensial mendukung usaha perikanan tangkap layak tersebut, namun untuk saat ini hanya Bank BCA dan KUD Mina Bahari Mandiri yang dibutuhkan perannya. Adapun jenis kredit/pembiayaan/jasanya yang dapat dioptimalkan untuk maksud tersebut adalah pada Bank BCA terdiri dari Kredit berjangka dan Pembinaan Usaha masing-masing dapat dioptimalkan masing-masing mencapai Rp 3.752.500.000 dan Rp 375.250.000 per tahun, dan pada KUD Mina Bahari Mandiri terdiri dari Pembiayaan Besar (Khusus), Pembiayaan kelas menengah – Besar dan Pembiayaan Kelas Kecil masing-masing dapat dioptimalkan menjadi Rp 4.067.500.000, Rp 1.627.000.000, dan Rp 162.700.000 per tahun. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dapat disebabkan skala kredit yang ditawarkan tidak cocok, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. Kata Kunci : finansial, kredit, lembaga keuangan, usaha perikanan tangkap Pendahuluan Kegiatan perikanan di Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari 412.497 unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia sekitar 90,9% merupakan Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor Tempel dan kapal motor yang berukuran dibawah 5 GT. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankan, sedangkan yang 87% mengandalkan modal sendiri. Bila melihat kontribusinya terhadap Produk Domestik Brutto Nasional (PDBN), maka sektor perikanan hanya menyumbangkan sekitar 4,04 % atau Rp. 71,9 triliun dari total Rp. 1.778,7 triliun (BPS, 2008), meskipun sektor ini mempunyai jangkauan usaha sangat luas dan dengan UKM yang paling banyak. Kurang berkembangnya sektor perikanan, khususnya usaha perikanan tangkap juga terlihat di pesisir utara Kabupaten Subang. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi terletak pada keterbatasan modal menjalankan usaha. Hingga saat ini masih sedikit lembaga keuangan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang menjalin mitra dengan usaha nelayan ini. Hal ini karena usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan kebanyakan tidak layak dikembangkan, sehingga dapat merugikan lembaga keuangan yang memberi kredit. Permasalahan Interaksi dan kemitraan usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan belum harmonis dan belum dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan penyediaan modal usaha perikanan tangkap. Hal ini menyebabkan permasalahan turunan, yaitu : 1) Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih dilakukan secara tradisional dimana kondisi finansial usaha tidak jelas dan evaluasi sering dianggap tidak perlu. Kondisi ini juga semakin membingungkan bagi lembaga keuangan dan pemberi lainnya untuk menentukan mana usaha perikanan yang layak dan dapat didukung didalam pendanaannya. Tidak adanya data evaluasi finansial ini menyebabkan lembaga keuangan menetapkan persyaratan kredit dan lainnya yang cukup ketat untuk ukuran pengelolaan yang tradisional tersebut. 2) Kalaupun dukungan pemodalan ada pada beberapa usaha perikanan tangkap selama ini, terkadang juga kurang optimal baik dalam jumlah maupun pelayanan, sehingga produktivitas usaha menjadi terganggu. Dalam kaitan ini, maka optimaliasi dukungan dan peran perlu menjadi target bagi lembaga keuangan atau pemberi kredit lainnya sehingga lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. 3) Strategi kerjasama dan kemitraan yang dibangun antara lembaga keuangan dengan usaha ekonomi kecil dan menengah terkadang kurang berjalan dengan baik. Hal ini dapat terjadi karena strategi yang diterapkan kurang mengakomodir kepentingan semua komponen atau pihak terkait sehingga sering terjadi benturan dalam implementasinya. Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap 1) Net Present Value (NPV) Net Preset Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha perikanan tangkap yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Bila NPV > 0 berarti investasi menguntungkan, sedangkan bila NPV < 0 berarti investasi tidak menguntungkan atau usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan. 2) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan perbandingan antara total manfaat bersih investasi usaha perikanan tangkap yang bersifat positif, dengan total manfaat kotor investasi usaha perikanan tangkap yang bersifat negatif. Bila B/C ratio > 1, maka investasi menguntungkan, sedangkan bila B/C ratio < 1 berarti investasi tersebut tidak layak, sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan. 1) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Usaha perikanan tangkap dinyatakan “layak” bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka nilai NPV = 0 (nol), dan jika IRR < dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV < 0 (nol), berarti usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dikembangkan. 2) Return of Investment (ROI) Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima pemilik. Usaha perikanan tangkap dinyatakan layak bila mempunyai ROI > 1, dan dinyatakan tidak layak bila mempunyai ROI < 1. 4) Payback Period (PP) Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik. Penetapan Jenis Usaha Perikanan Tangkap Yang Layak Didukung Oleh Lembaga Keuangan Jenis usaha perikanan tangkap di pesisir utara Kabupaten Subang yang potensial mendapat dukungan dari lembaga keuangan didasarkan pada hasil analisis NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP. Bila usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, dan ROI > 1, dan PP < 1, maka usaha perikanan tersebut layak dikembangkan dan didukung oleh lembaga keuangan. Interest rate (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada Bank Indonesia (2009) yaitu 9,5 %. Analisis Linier Goal Programming (LGP) Analisis linier goal programming (LGP) digunakan untuk mengoptimalkan peran kredit/pembiyaan/jasa lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap dinyatakan layak. Model linear goal programming untuk optimalisasi peran ini adalah : Fungsi tujuan : Fungsi pembatas : Dimana : Z = total deviasi yang akan diminimumkan, DBi = Deviasi bawah pembatas ke-i, DAi = Deviasi atas pembatas ke-i, Cj = parameter fungsi tujuan ke-j, b1 = kapasitas /ketersediaan pembatas ke-i, aij = parameter fungsi pembatas ke-i pada variabel keputusan ke-j, pembatas ke-i = jenis kredit/pembiayaan/jasa i dari lembaga keuangan, Xj = variabel putusan ke-j (jumlah dan jenis lembaga keuangan), Xj, DAi dan DBi > 0, untuk i = 1, 2,…., m dan j = 1, 2…., n Hasil 1) Hasil Analisis Pembiayaan dan Manfaat Usaha Perikanan Tangkap Kabupaten Subang merupakan basis usaha perikanan tangkap yang sangat diperhitungkan di pesisir utara Jawa Barat. Adapun jenis usaha perikanan tangkap yang cukup diperhitungkan dan diusahakan signifikan di Kabupaten Subang adalah usaha perikanan Pancing tonda, Jaring insang lingkar (JIL), jaring insang Tetap (JIT), dan alat pengumpul Kerang. Jaring insang Lingkar (JIL) dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap dominan dan diusahakan dalam skala besar oleh nelayan di Kabupaten Subang. Pancing tonda dan alat pengumpul kerang merupakan usaha perikanan tangkap skala kecil, namun banyak digemari oleh remaja dan ibu-ibu sehingga penopang ekonomi keluarga. Hasil analisis finansial terkait pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi pembiayaan (cost) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang Akhir Tahun Cost (Rp) Bagan Perahu Jala Pancing tonda JIL JIT Alat pengumpul kerang 0 138.125.000 4.233.333 25.903.125 107.362.500 286.278.400 2.218.378 1 110.500.000 2.419.048 20.146.875 59.645.833 222.167.273 1.725.405 2 82.875.000 1.209.524 14.390.625 47.716.667 190.429.091 985.946 3 36.833.333 907.143 8.634.375 35.787.500 126.957.727 739.459 4 18.416.667 604.762 5.756.250 23.858.333 63.476.364 492.973 5 9.208.333 302.381 1.439.063 11.929.167 31.738.182 246.486 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2008) Untuk usaha perikanan jaring insang lingkar (JIL) dan jaring insang tetap (JIT), modal awal tersebut termasuk besar dan banyak digunakan untuk pengadaan armada, karena armada yang disiapkan cukup besar dan diharapkan dapat menjangkau perairan luas dengan waktu operasi 1 - 3 bulan per tripnya. Namun secara umum, pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap yang paling signifikan mengalami penurunan pembiayaan selama tahun/waktu pengoperasiannya. Sedangkan usaha pancing lainnya mengalami penurunan paling kecil. Perilaku penurunan ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perawatan selama waktu pengoperasian. Hasil analisis finansial terhadap manfaat (benefit) tujuh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang pada Tabel 2 menunjukkan bahwa usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha dengan manfaat terbesar di Kabupaten Subang. Selain besar, manfaat usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) tersebut juga cenderung meningkat terus dari tahun ke tahun. Dari enam usaha perikanan tersebut, hanya usaha bagan perahu yang pernah mengalami penurunan dalam penerimaan manfaat. Tabel 2. Kondisi penerimaan (benefit) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang Sumber : Hasil analisis data lapangan (2008) Meskipun pernah menurun, manfaat dari usaha perikanan tersebut sangat fantastis dibandingkan usaha pancing tonda dan Alat pengumpul kerang. Akhir Tahun Benefit (Rp) Bagan Perahu Jala Pancing Tonda JIL JIT Alat Pengumpul Kerang 0 - - - - - - 1 72.750.000 1.595.238 21.453.125 59.145.833 179.163.636 551.351 2 85.416.667 1.607.143 22.421.875 67.218.750 204.454.545 1.345.946 3 82.666.667 2.202.381 24.593.750 89.604.167 260.472.727 1.654.054 4 93.750.000 2.690.476 27.046.875 106.614.583 281.218.182 1.848.649 5 92.083.333 3.023.810 28.781.250 119.291.667 317.381.818 2.464.865 2) Hasil Analisis Kelayakan Finanasial Usaha Perikanan Tangkap Hasil analisis finansial lanjutan menggunakan parameter NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP untuk setiap usaha perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Subang ditunjukkan oleh Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis Tabel 3, terlihat bahwa bagan perahu dan Jala mempunyai NPV yang negatif yaitu masing-masing – Rp 33.092.294 dan – Rp 569.230. Nilai NPV tersebut memberi indikasi bahwa jika kedua usaha perikanan tangkap ini dilakukan, maka menyebabkan penerimaan bersih yang diterima nelayan (NPV) yang diterima nelayan bagan perahu pada suku bunga berlaku (9,5 %) selama waktu pengoperasian 5 tahun adalah berupa kerugian sebesar Rp 33.092.294, dan yang diterima nelayan Jala pada suku bunga berlaku (9,5 %) selama waktu pengoperasian 5 tahun adalah berupa kerugian sebesar Rp 569.230. Untuk parameter NPV ini, usaha perikanan Pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL), jaring insang tetap (JIT), dan Alat pengumpul Kerang mempunyai NPV yang positif (> 0 (nol). Nilai NPV usaha perikanan, jaring insang tetap (JIT), jaring insang lingkar (JIL) dan pancing tonda paling besar, yang berarti ketiga usaha perikanan tangkap tersebut memberikan keuntungan cukup menjanjikan selama waktu pengoperasiannya. Hasil analisis parameter B/C ratio menunjukkan bahwa usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL) dan Jaring insang Tetap (JIT) mempunyai B/C ratio yang besar. Terkait dengan ini, maka dapat dikatakan bahwa ketiga usaha perikanan ini memberikan manfaat besar, yaitu masing-masing 1,63, 1,54, dan 1,35 kali lebih besar daripada jumlah pembiayaan yang dikeluarkan selama waktu pengoperasian usaha tersebut. Tabel 3. Hasil analisis kelayakan finansial usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang Jenis Parameter Finansial Keterangan Usaha Perikanan NPVi B/C IRR ROI PP Bagan Perahu Rp (33.092.294) 1.08 4.18% 3.09 0.32 Tidak Layak Jala Rp (569.230) 1.15 6.63 % 2.63 0.38 Tidak Layak Pancing tonda Rp 25.396.254 1.63 32.67% 4.80 0.21 Layak JIL Rp 71.791.452 1.54 25.41% 4.12 0.24 Layak JIT Rp 112.295.972 1.35 18.53% 4.34 0.23 Layak Alat pengumpul kerang Rp 139.000 1.23 10.02% 3.55 0.28 Layak Sumber : Hasil analisis data lapangan (2008) Usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL), jaring insang tetap (JIT), dan Alat pengumpul kerang termasuk usaha perikanan tangkap dengan nilai IRR besar di Kabupaten Subang yaitu masing-masing 32.67 %, 25.41 %, 18.53 %, dan 10.02 %. Hasil analisis ini menujukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL), jaring insang tetap (JIT), dan alat pengumpul kerang akan mendatangkan keuntungan yang relatif besar yang lebih tinggi daripada disimpan di bank (suku bunga hanya 9,5 % per tahun), yaitu masing-masing 32.67 %, 25.41 %, 18.53 %, dan 10.02 % per tahunnya. Sedangkan untuk usaha perikanan bagan perahu dan Jala, hasil analisis menunjukkan hanya mendatangkan keuntungan masing-masing 4,18 % dan 6,63 %, dan nilai ini lebih rendah dari suku bunga yang berlaku, sehingga investasi di bank sebaiknya lebih dipilih daripada menjalankan kedua usaha perikanan tangkap tersebut. Hasil analisis parameter ROI menunjukkan bahwa usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL), jaring insang tetap (JIT), dan Alat pengumpul kerang termasuk usaha perikanan tangkap dengan pengembalian investasi yang tinggi. Usaha perikanan pancing tonda paling tinggi ROI-nya yang menunjukkan bahwa usaha ini dapat mengembalikan investasi sebesar 4,80 kali dari investasi yang ditanam. Oleh karena kondisi ini, maka hasil analisis terhadap parameter PP menunjukkan bahwa usaha pancing tonda juga mempunyai perputaran usaha paling cepat/singkat yaitu hanya 0,21. 3) Lembaga Keuangan Potensial dan Jenis Kreditnya Hasil survai lapangan menunjukkan paling tidak ada dua lembaga keuangan yang dapat dijadikan mitra kerja usaha perikanan tangkap terpilih di Kabupaten Subang, yaitu Bank Central Asia (BCA), dan KUD Mina Bahari Mandiri. Pada Bank BCA, kredit yang umum disediakan terdiri dari kredit berjangka dengan nilai sekitar Rp. 50.000.000 - Rp 100.000.000, Pembinaan usaha dengan nilai berkisar Rp 5.000.000. Kredit yang diberikan oleh KUD Mina Bahari Mandiri ada tiga jenis, yaitu Pembiayaan Besar (Khusus) dan Pembiayaan kelas menengah besar serta pembiayaan kelas kecil. Pembiayaan Besar (Khusus) biasanya maksimum Rp 150.000.000 dan Pembiayaan kelas menengah besar maksimum yang disetujui Rp. 50.000.000 dan pembiayaan kelas kecil sebesar Rp. 5.000.000. 4) Hasil Optimalisasi Kredit/Pembiayaan/Jasa Pada Usaha Perikanan Tangkap Hasil analisis LGP pada Gambar 1 menunjukkan Bank BCA (X1), dan KUD Mina Bahari Mandiri (X2) dapat dioptimalkan perannya dalam mendukung usaha perikanan tangkap yaitu masing-masing dengan jumlah paket/rasio peran 75.05 dan 32.54 per jenis kreditnya. Sedangkan Paket Kredit Bank BNI (X3) dan Paket Kredit Bank Rakyat Indonesia (X4) bernilai 0,00 sehingga belum dibutuhkan perannya saat ini. LP OPTIMUM FOUND AT STEP 2 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) .000000000 VARIABLE VALUE REDUCED COST DB1 .000000 1.000000 DB2 .000000 1.000000 DB3 .000000 1.000000 DB4 .000000 1.000000 DA5 .000000 1.000000 X2 32.544000 .000000 X4 .000000 .000000 X1 75.050000 .000000 X3 .000000 .000000 Gambar 1. Hasil analisis LGP optimalisasi kredit/pembiayaan/jasa Bila rasio peran tersebut dikonversi ke dalam nilai kredit/pembiayaan/jasa, maka didapatkan alokasi optimal seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, Kredit Berjangka dan Pembinaan Usaha dari Bank BCA dapat dioptimalkan alokasinya masing-masing menjadi Rp 3.752.500.000 dan Rp 375.250.000 per tahun. Di Kabupaten Subang, kredit ini dimanfaatkan oleh pedagang, kegiatan pengolahan, dana beberapa usaha nelayan. Kredit ini dapat dimanfaatkan oleh usaha perikanan pancing tonda untuk pengadaan sarana penangkapan baru karena jumlahnya lebih dari cukup. Sedangkan Pembinaan Usaha dapat dioptimalkan pemanfaatannya oleh kelompok usaha Jaring insang lingkar (JIL) untuk bantuan biaya operasional dan perbaikan beberapa bagian di kapal. Bantuan operasional tersebut sangat dibutuhkan terutama pada musim paceklik. Terkait dengan ini maka nilai kredit berjangka yang dikeluarkan oleh BCA tersebut dapat ditingkatkan sehingga menjadi Rp. 3.752.500.000 per Tahun. Bila hal ini berjalan dengan baik maka tidak tertutup kemungkinan untuk meningkatnya jumlah kelompok nelayan yang memanfaatkan kredit dan nelayan juga tidak mengalami kesulitan untuk menyiapkan kelengkapan administrasi. Tabel 4. Alokasi optimal kredit/pembiayaan/jasa dari lembaga keuangan pada usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang No. Lembaga Keuangan Nama Kredit/ Pembiayaan/Jasa Alokasi Optimal Kredit/ Pembiayaan/Jasa Usaha Perikanan Tangkap Sasaran 1. Bank Central Asia Kredit Berjangka Rp 3.752.500.000 Pancing tonda Jaring insang lingkar (JIL) Jaring Insang Tetap (JIT) Alat pengumpul kerang Alat pengumpul kerang Pembinaan Usaha Rp 375.250.000 2. KUD Mina Bahari Mandiri Pembiayaan Besar (Khusus) Rp 4.067.500.000 Pembiayaan Kelas Menengah – Besar Pembiayaan kelas kecil Rp 1.627.000.000 Rp. 162.700.000 Sumber : Olahan hasil analisis data lapangan (2008) Bank BCA sangat diandalkan oleh pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang. Selama ini ini, Bank BCA menjadi penyedia utama modal investasi, modal kerja dan berbagai keperluan melaut yang dibutuhkan nelayan. Bank BCA sangat dekat dengan masyarakat nelayan dan pedagang/pengolah ikan di lokasi karena anggotanya berasal dari kalangan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya di Kabupaten Subang, khususnya yang berbasis di TPI Kabupaten Subang. Kredit investasi merupakan kredit paling besar yang dapat diberikan oleh Bank BCA. Selama ini kredit ini banyak dimanfaatkan oleh kelompok nelayan/juragan untuk mengadakan/memperbaiki sarana penangkapan yang dimiliki. Nilai kredit ini dapat dioptimalkan sehingga menjadi Rp 3.752.500.000 per tahunnya. Kredit Pembinaan Usaha di Bank BCA banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan sekala kecil seperti Pancing tonda, dan Alat pengumpul kerang Oleh karena bagan perahu dan jala termasuk tidak layak dikembangkan di lokasi, maka sebaiknya tidak menjadi sasaran kredit berjangka maupun pembinaan usaha, karena dapat menjadi sumber konflik. Untuk ke depan, alokasi Kredit Berjangka ini dapat diatur sehingga menjadi Rp 3.752.500.000 per tahun. Bank BCA juga selalu memberikan Pembinaan usaha sebagai bentuk pengabdian non pamrih kepada anggota. Pelatihan dan pembinaan tersebut biasanya diberikan dengan bekerjasama dengan Syah Bandar, Dinas KP, dan lainnya. Hal ini karena sumberdaya manusia yang dimiliki oleh Bank BCA sangat terbatas. Pembahasan Pembiayaan keenam usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang yang cenderung menurun setiap tahunnya memberi indikasi bahwa tidak banyak kerusakan atau permasalahan serius yang terjadi pada usaha perikanan tangkap setelah dilakukan investasi di tahun pertama. Hal ini bisa disebabkan oleh kecenderungan nelayan khususnya yang berskala besar yang lebih memiliki peralatan penangkapan kuat dan berkualitas tinggi, walaupun dengan investasi relatif mahal. Kondisi ini bisa terlihat dari pembiayaan awal (investasi) usaha perikanan pancing tonda, Jaring insang lingkar (JIL) , usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan alat pengumpul kerang yang sangat besar-masing-masing mencapai Rp 25.903.125, Rp 107.362.500, Rp 286.278.400, dan Rp 2.218.378. Pembiayaan yang besar dari nelayan tersebut juga berdampak cukup positif pada manfaat (benefit) yang diberikan. Nelayan-nelayan dari usaha perikanan pancing tonda, JIL, JIT, mendapatkan keuntungan cukup besar (NPV pancing tonda = Rp 25.396.254, NPV JIL = Rp 71.791.452, NPV JIT = Rp 112.295.972) meskipun tidak selalu meningkat. Selama ini nelayan dapat menjangkau perairan yang luas dalam melakukan penangkapan, dan dapat berhari-hari di laut karena armada penangkapan yang dimiliki memadai. Usaha bagan perahu dan jala mempunyai nilai NPV, B/C ratio, dan IRR yang tidak standar, sehingga bila dilakukan dapat merugi. Parameter finansial ini perlu menjadi perhatian, supaya nelayan tidak terjebak pada usaha-usaha perikanan tangkap yang justru mempersulit nelayan dan menjadi masalah sosial di lokasi. Terkait dengan ini, maka dari tujuh jenis usaha perikanan tangkap yang banyak diusahakan nelayan di Kabupaten Subang tersebut hanya ada empat yang dapat dilanjutkan dan layak didukung oleh lembaga keuangan, yaitu usaha perikanan pancing tonda, usaha perikanan Jaring insang lingkar (JIL), usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan Alat pengumpul kerang. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dengan berbagai jenis kredit/jasa/pembiayaannya dapat disebabkan oleh skala kredit yang ditawarkan tidak cocok bagi nelayan, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. Untuk masalah penjaminan, memang hampir semua lembaga keuangan mempermasalahkan lemahnya kemampuan nelayan dan masyarakat pesisir dalam penyediaan jaminan yang dibutuhkan. Lembaga keuangan, umumnya mengharapkan jaminan berupa sertifikat tanah, rumah, gedung, dan lainnya yang tidak bergerak, sedangkan nelayan umumnya mempunyai perahu yang sifatnya bergerak sehingga berpeluang untuk hilang atau tenggelam. Beberapa nelayan yang memiliki rumah atau tanah, umumnya tidak punya sertifikat atau lainnya. Mereka kesulitan dalam mengurus surat-surat tersebut karena birokrasi yang berbelit-belit dan biaya perijinan yang mahal. Faktor kepercayaan juga merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan lembaga keuangan. Beberapa nelayan ada yang berasal dari luar Kabupaten Subang sehingga sangat sulit menjalin komitmen dengan mereka. Disamping itu, beberapa nelayan yang sudah berkomitmen dengan lembaga keuangan, juga terkadang tidak ditepati bila mereka sedang kepepet sehingga justru membuat konflik dengan lembaga keuangan. Adapun lembaga keuangan yang menjalin mitra dengan nelayan di Kabupaten Subang selama ini diantaranya Bank BCA, KUD Mina Bahari Mandiri. Selain Bank BCA, kredit dari dua lembaga keuangan lainnya (Bank BRI dan Bank BNI) sangat terbatas dan belum terlihat dikembangkan lebih lanjut. Bank BCA memang jadi satu-satunya lembaga keuangan yang intensif membantu nelayan. Terhadap kondisi tersebut memang diperlukan kesadaran dan pengertian dari semua pihak terutama kalangan nelayan dan aparat Pemerintah daerah sehingga lembaga keuangan merasa aman dalam memberikan kredit dan nelayan dapat memanfaatkan kredit yang ada. Kesimpulan dan Saran 1) Kesimpulan Pembiayaan keenam usaha perikanan tangkap di Kabupaten Subang yang cenderung menurun setiap tahunnya. Usaha perikanan pancing tonda, jaring insang lingkar (JIL) dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap yang pantas dikembangkan dan menjanjikan (NPV pancing tonda = Rp 25.396.254, NPV JIL = Rp 71.791.452, NPV JIT = Rp 112.295.972). empat dari enam usaha perikanan tangkap yang banyak diusahakan oleh nelayan di Kabupaten Subang, yaitu usaha perikanan pancing tonda, usaha Jaring insang lingkar (JIL), usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan alat pengumpul kerang mempunyai NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP sesuai yang dipersyaratkan. Terkait dengan ini, maka keempat usaha perikanan tangkap tersebut layak didukung pengembangannya. Bank BCA, KUD Mina Bahari Mandiri, Bank BRI dan Bank BNI merupakan lembaga keuangan yang potensial mendukung usaha perikanan tangkap di lokasi tersebut. Namun untuk saat ini, hanya Bank BCA dan KUD Mina Bahari Mandiri yang dibutuhkan perannya dengan lima jenis kredit/pembiayaan/jasa yang dapat dioptimalkan alokasinya. Alokasi optimal Kredit Berjangka dan Pembinaan Usaha pada Bank BCA masing-masing mencapai Rp 3.752.500.000 dan Rp 375.250.000 per tahun. Alokasi optimal Kredit Pembiayaan Besar (Khusus), Kredit Pembiayaan kelas menengah – Besar dan pembiayaan kelas kecil pada KUD Mina Bahari Mandiri masing-masing mencapai Rp 4.067.500.000, Rp 1.627.000.000, dan Rp 162.700.000 per tahun. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dengan berbagai jenis kredit/jasa/pembiayaannya dapat disebabkan oleh skala kredit yang ditawarkan tidak cocok bagi nelayan, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. 2) Saran Akses pemodalan bagi usaha perikanan tangkap yang termasuk kategori layak dikembangkan, perlu dipermudah dalam bentuk mendapatkan modal dari perbankan dengan mempermudah perijinan maupun jalur birokrasi, serta aparat PEMDA perlu membantu penjaminan yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan/perbankan terutama bagi nelayan yang kurang mampu. Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Data Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jakarta. Depkominfo. 2007. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), http://www.depkominfo.go.id/ Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2004. Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2001-2004. DKP, Jakarta. 96 hal. Imron, M. 2008. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Yang Berkelanjutan di Perairan Tegal, Jawa Tengah. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Kimker, A. L. 1994. Tunner Crab Survival in Closed Pots. Alaska Fishery Research Bulletin, Vol 1 No. 2 pp 179 – 183. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Marketing Management 9 e. Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol. Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. Pearce, D. dan D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN – The World Conservation Union. London, UK. Pearce dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik. Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Satu. Alih Bahasa Terbitan Pertama Bina Aksara. Jakarta. PMB. 2004. Swamitra Mina Sumber Pembiayaan Alternatif Bagi Masyarakat Pesisir, http://www.dkp.go.id/content.php?c=1326 Suman, A., Rijal, M., dan Subani, W. 1993. Status Perikanan Udang Karang di Perairan Pangandaran, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 81 : 1 -7. Supranto J. M. A. 1991, Metode Riset. Aplikasinya Dalam Pemasaran. Penerbit PT. RINEKA CIPTA. Jakarta. Tjiptono, F. 1995. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi Offset. Yogyakarta. Nurani, T.W. dan Wisudo, S.H. 2007. Kajian Tekno-Ekonomi Usaha Perikanan Longline untuk Fresh dan Frozen Tuna Sashimi. Buletin PSP Vol. VI. 1 : 1-15.