ANALISIS FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG LAYAK DIDUKUNG PENDANAANNYA OLEH LEMBAGA KEUANGAN Ditulis oleh: Charles Bohlen Purba 3 February 2015 Dilihat: 5398 kali Download Lampiran Disini ANALISIS FINANSIAL USAHA PERIKANAN TANGKAP YANG LAYAK DIDUKUNG PENDANAANNYA OLEH LEMBAGA KEUANGAN DI KABUPATEN INDRAMAYU Charles Bohlen Purba. Universitas Bhayangkara Jakarta Raya (Email : bohlenpurba@yahoo.com) Abstract Less on developing and contributing fisheries sector on Gross National Product (GNP), especially capture fishing efforts in Indramayu Regency, dominantly because of capital limitation and imprecisely capture fishing sector development. This research is trying to analyze financial feasibility of capture fishing sector and its relationship with financial institutions. The analyzing methods would be referred to Hanley and Spash (1993) there are Net Present Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), and Payback Period (PP). The results shows that capture fishing with payang, drift gill net (JIH) and state gill net (JIT) are capture fisheries efforts with good financial conditions (NPV Payang = Rp 169.798.012, NPV JIH = Rp 344.738.291, NPV JIT = Rp 454.465.535), and the other five capture fisheries efforts have NPV, B/C Ratio, IRR, ROI and PP appropriate with terms and conditions, then its could be more development and proper to get financial institutions support. And capture fisheries with fishhook and fishing line are not properly to be development. There are four potential financial institutions which could support the capture fisheries efforts, but for now on only Jabar-Banten Bank and KPL Mina Sumitra which needed its actions. And the kind of credits/payments/services which could be optimally used from Jabar-Banten Bank are Micro Credits and Peduli Credits, with each reaching Rp 422.400.000 and Rp 105.600.000 each year. And from KPL Mina Sumitra consist of Investment Credits, Micro Credits and Development Services are reaching Rp 9.280.000.000, Rp 928.000.000 and Rp 464.000.000 each year. And there are financial institution which not needed its services because of the credits scale which offered are not suitable, the relations not connected, there are problems in collateral, and trust factor. Keywords : financial, credits, financial institutions, capture fishing efforts Abstrak Kurang berkembangnya dan berkontibusinya sektor perikanan terhadap PDBN, khususnya usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu dominan karena pada keterbatasan modal dan kurang tepatnya usaha perikanan tangkap yang dikembangkan. Penelitian ini mencoba menganalisis kelayakan finansial usaha perikanan tangkap dan kemitraannya dengan lembaga keuangan. Metode analisis mengacu kepada Hanley dan Spash (1993) tentang Net Preset Value (NPV), Net Benefit – Cost Ratio (B/C ratio), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), dan Payback Period (PP). Hasil analisis menujukkan bahwa usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH) dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap yang kondisi finansialnya bagus (NPV payang = Rp 169.798.012, NPV JIH = Rp 344.738.291, NPV JIT = Rp 454.465.535), dan kelima usaha perikanan tangkap mempunyai NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP sesuai yang dipersyaratkan, sehingga dapat dikembangkan dan layak mendapat dukungan oleh lembaga keuangan, sedangkan pancing lainnya dan rawai tetap tidak layak. Ada empat lembaga keuangan potensial mendukung usaha perikanan tangkap layak tersebut, namun untuk saat ini hanya Bank Jabar-Banten dan KPL. Mina Sumitra yang dibutuhkan perannya. Adapun jenis kredit/pembiayaan/jasanya yang dapat dioptimalkan untuk maksud tersebut adalah pada Bank Jabar-Banten terdiri dari Kredit Mikro dan Kredit Peduli masing-masing hingga mencapai Rp 422.400.000 dan Rp 105.600.000 per tahun, dan pada KPL. Mina Sumitra terdiri dari Kredit Investasi, Kredit Mikro, dan jasa pembinaan usaha masing-masing hingga menjadi Rp 9.280.000.000, Rp 928.000.000, dan Rp 464.000.000 per tahun. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dapat disebabkan skala kredit yang ditawarkan tidak cocok, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. Kata Kunci : finansial, kredit, lembaga keuangan, usaha perikanan tangkap Pendahuluan Kegiatan perikanan di Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan tahun 2011 yang menunjukkan bahwa dari 412.497 unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia sekitar 90,9% merupakan Perahu Tanpa Motor, Perahu Motor Tempel dan kapal motor yang berukuran dibawah 5 GT. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankan, sedangkan yang 87% mengandalkan modal sendiri. Bila melihat kontribusinya terhadap Produk Domestik Brutto Nasional (PDBN), maka sektor perikanan hanya menyumbangkan sekitar 4,04 % atau Rp. 71,9 triliun dari total Rp. 1.778,7 triliun (BPS, 2011), meskipun sektor ini mempunyai jangkauan usaha sangat luas dan dengan UKM yang paling banyak. Kurang berkembangnya sektor perikanan, khususnya usaha perikanan tangkap juga terlihat di pesisir utara Kabupaten Indramayu. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi terletak pada keterbatasan modal menjalankan usaha. Hingga saat ini masih sedikit lembaga keuangan, baik milik pemerintah maupun swasta, dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang menjalin mitra dengan usaha nelayan ini. Hal ini karena usaha perikanan tangkap yang dilakukan nelayan kebanyakan tidak layak dikembangkan, sehingga dapat merugikan lembaga keuangan yang memberi kredit. Permasalahan Interaksi dan kerjasama usaha perikanan tangkap dengan lembaga keuangan belum harmonis dan belum dapat diandalkan untuk mengatasi permasalahan penyediaan modal usaha perikanan tangkap. Hal ini menyebabkan permasalahan turunan, yaitu : 1) Pengelolaan usaha perikanan tangkap masih dilakukan secara tradisional dimana kondisi finansial usaha tidak jelas dan evaluasi sering dianggap tidak perlu. Kondisi ini juga semakin membingungkan bagi lembaga keuangan dan pemberi lainnya untuk menentukan mana usaha perikanan yang layak dan dapat didukung didalam pendanaannya. Tidak adanya data evaluasi finansial ini menyebabkan lembaga keuangan menetapkan persyaratan kredit dan lainnya yang cukup ketat untuk ukuran pengelolaan yang tradisional tersebut. 2) Kalaupun dukungan pemodalan ada pada beberapa usaha perikanan tangkap selama ini, terkadang juga kurang optimal baik dalam jumlah maupun pelayanan, sehingga produktivitas usaha menjadi terganggu. Dalam kaitan ini, maka optimaliasi dukungan dan peran perlu menjadi target bagi lembaga keuangan atau pemberi kredit lainnya sehingga lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak. 3) Strategi kerjasama yang dibangun antara lembaga keuangan dengan usaha ekonomi kecil dan menengah terkadang kurang berjalan dengan baik. Hal ini dapat terjadi karena strategi yang diterapkan kurang mengakomodir kepetingan semua komponen atau pihak terkait sehingga sering terjadi benturan dalam implementasinya. Analisis Finansial Usaha Perikanan Tangkap 1) Net Present Value (NPV) Net Preset Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha perikanan tangkap yang merupakan jumlah nilai kini dari manfaat bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Bila NPV > 0 berarti investasi menguntungkan, sedangkan bila NPV < 0 berarti investasi tidak menguntungkan atau usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dilaksanakan. 2) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan perbandingan antara total manfaat bersih investasi usaha perikanan tangkap yang bersifat positif, dengan total manfaat kotor investasi usaha perikanan tangkap yang bersifat negatif. Bila B/C ratio > 1, maka investasi menguntungkan, sedangkan bila B/C ratio < 1 berarti investasi tersebut tidak layak, sehingga menjadi pertimbangan negatif bagi dukungan lembaga keuangan. 1) Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Usaha perikanan tangkap dinyatakan “layak” bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka nilai NPV = 0 (nol), dan jika IRR < dari interest rate yang berlaku maka nilai NPV < 0 (nol), berarti usaha perikanan tangkap tersebut tidak layak dikembangkan. 2) Return of Investment (ROI) Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari manfaat yang diterima pemilik. Usaha perikanan tangkap dinyatakan layak bila mempunyai ROI > 1, dan dinyatakan tidak layak bila mempunyai ROI < 1. 4) Payback Period (PP) Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui lamanya pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik. Penetapan Jenis Usaha Perikanan Tangkap Yang Layak Didukung Oleh Lembaga Keuangan Jenis usaha perikanan tangkap di pesisir utara Kabupaten Indramayu yang potensial mendapat dukungan dari lembaga keuangan didasarkan pada hasil analisis NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP. Bila usaha perikanan tangkap tersebut mempunyai NPV > 0, B/C ratio > 1, IRR lebih besar dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, dan ROI > 1, dan PP < 1, maka usaha perikanan tersebut layak dikembangkan dan didukung oleh lembaga keuangan. Interest rate (i) bank yang digunakan dalam analisis ini mengacu kepada Bank Indonesia (2009) yaitu 9,5 %. Analisis Linier Goal Programming (LGP) Analisis linier goal programming (LGP) digunakan untuk mengoptimalkan peran kredit/pembiyaan/jasa lembaga keuangan dalam mendukung usaha perikanan tangkap dinyatakan layak. Model linear goal programming untuk optimalisasi peran ini adalah : Fungsi tujuan : Fungsi pembatas : Dimana : Z = total deviasi yang akan diminimumkan, DBi = Deviasi bawah pembatas ke-i, DAi = Deviasi atas pembatas ke-i, Cj = parameter fungsi tujuan ke-j, b1 = kapasitas /ketersediaan pembatas ke-i, aij = parameter fungsi pembatas ke-i pada variabel keputusan ke-j, pembatas ke-i = jenis kredit/pembiayaan/jasa i dari lembaga keuangan, Xj = variabel putusan ke-j (jumlah dan jenis lembaga keuangan), Xj, DAi dan DBi > 0, untuk i = 1, 2,…., m dan j = 1, 2…., n Hasil 1) Hasil Analisis Pembiayaan dan Manfaat Usaha Perikanan Tangkap Kabupaten Indramayu merupakan basis usaha perikanan tangkap yang sangat diperhitungkan di pesisir utara Jawa Barat. Adapun jenis usaha perikanan tangkap yang cukup diperhitungkan dan diusahakan signifikan di Kabupaten Indramayu adalah usaha perikanan payang, bubu, pancing lainnya, jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), upengumpulan kerang, dan rawai tetap. Jaring insang hanyut (JIH) dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap dominan dan diusahakan dalam skala besar oleh nelayan di Kabupaten Indramayu. Pengumpulan kerang merupakan usaha perikanan tangkap skala kecil, namun banyak digemari oleh remaja dan ibu-ibu sehingga penopang ekonomi keluarga. Hasil analisis finansial terkait pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi pembiayaan (cost) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Akhir Tahun Cost (Rp) Payang Bubu Pancing Yang Lain JIH JIT Alat Pengumpul Kerang Rawai Tetap 0 186,814,286 7,614,583 8,693,182 324,206,250 553,368,800 2,104,225 115,369,565 1 145,300,000 6,091,667 6,519,886 180,114,583 490,792,727 1,636,620 99,986,957 2 124,542,857 4,568,750 5,795,455 144,091,667 429,443,636 935,211 53,839,130 3 103,785,714 2,284,375 5,071,023 108,068,750 245,396,364 701,408 30,765,217 4 83,028,571 1,522,917 4,346,591 72,045,833 122,698,182 467,606 23,073,913 5 62,271,429 761,458 3,259,943 36,022,917 61,349,091 233,803 15,382,609 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2012) Untuk usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) dan jaring insang hanyut (JIH), modal awal tersebut termasuk besar dan banyak digunakan untuk pengadaan armada, karena armada yang disiapkan cukup besar dan diharapkan dapat menjangkau perairan luas dengan waktu operasi 1 - 3 bulan per tripnya. Namun secara umum, pembiayaan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap yang paling signifikan mengalami penurunan pembiayan selama tahun/waktu pengoperasiannya. Sedangkan usaha pancing lainnya mengalami penurunan paling kecil. Perilaku penurunan ini sangat dipengaruhi oleh intensitas perawatan selama waktu pengoperasian. Hasil analisis finansial terhadap manfaat (benefit) tujuh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu pada Tabel 2 menunjukkan bahwa usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha dengan manfaat terbesar di Kabupaten Indramayu. Selain besar, manfaat usaha perikanan jaring insang tetap (JIT) tersebut juga cenderung meningkat meskipun pernah mengalami penurunan pada tahun ke-2 pengoperasiannya. Dari tujuh usaha perikanan tersebut, hanya usaha payang dan jaring insang hanyut yang pernah mengalami penurunan dalam penerimaan manfaat. Meskipun pernah menurun, manfaat dari kedua usaha perikanan tersebut sangat fantastis dibandingkan usaha perikanan rawai tetap dan pancing lainnya. Usaha perikanan rawai tetap dan pancing lainnya termasuk usaha yang cukup stabil dalam penerimaan/manfaat tahunnya. Tabel 2. Kondisi penerimaan (benefit) usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Akhir Tahun Benefit (Rp) Payang Bubu Pancing Yang Lain JIH JIT Alat Pengumpul Kerang Rawai Tetap 0 - - - - - - - 1 153,142,857 1,692,708 5,840,909 183,968,750 486,436,364 1,183,099 71,434,783 2 189,142,857 6,432,292 6,897,727 256,052,083 448,290,909 2,154,930 71,695,652 3 225,285,714 7,994,792 7,528,409 253,177,083 512,672,727 2,563,380 75,347,826 4 192,285,714 7,484,375 6,448,864 340,145,833 597,000,000 2,169,014 80,086,957 5 207,571,429 7,614,583 7,244,318 360,229,167 613,490,909 2,338,028 76,913,043 Sumber : Hasil analisis data lapangan (2012) 2) Hasil Analisis Kelayakan Finanasial Usaha Perikanan Tangkap Hasil analisis finansial lanjutan menggunakan parameter NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP untuk setiap usaha perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Indramayu ditunjukkan oleh Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis Tabel 3, terlihat bahwa usaha perikanan lainnya dan rawai tetap mempunyai NPV yang negatif yaitu masing-masing – Rp 1.766.209 dan – Rp 8.814. Nilai NPV tersebut memberi indikasi bahwa jika kedua usaha perikanan tangkap ini dilakukan, maka menyebabkan penerimaan bersih yang diterima nelayan (NPV) yang diterima nelayan pacing lainnya pada suku bunga berlaku (9,5 %) selama waktu pengoperasian 5 tahun adalah berupa kerugian sebesar Rp 1.766.209, dan yang diterima nelayan rawai tetap pada suku bunga berlaku (9,5 %) selama waktu pengoperasian 5 tahun adalah berupa kerugian sebesar Rp 8.814. Untuk parameter NPV ini, usaha perikanan payang, bubu, jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan pengumpulan kerang mempunyai NPV yang positif (> 0 (nol)). Nilai NPV usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan payang paling besar, yang berarti ketiga usaha perikanan tangkap tersebut memberikanan keuntungan cukup menjanjikan selama waktu pengoperasiannya. Hasil analisis parameter B/C ratio menunjukkan bahwa usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT) dan pengumpulan kerang mempunyai B/C ratio yang besar. Terkait dengan ini, maka dapat dikatakan bahwa ketiga usaha perikanan ini memberikan manfaat besar, yaitu masing-masing 1,61, 1,40, dan 1,71 kali lebih besar daripada jumlah pembiayaan yang dikeluarkan selama waktu pengoperasian usaha tersebut. Tabel 3. Hasil analisis kelayakan finansial usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu Jenis Parameter Finansial Keterangan Usaha Perikanan NPVi B/C IRR ROI PP Payang Rp 169,798,012 1.37 27.93% 5.18 0.19 Layak Bubu Rp 4,293,350 1.37 16.58% 4.10 0.24 Layak Pancing Yang Lain Rp (1,766,209) 1.01 0.76% 3.91 0.26 Tidak Layak JIH Rp 344,738,291 1.61 29.13% 4.30 0.23 Layak JIT Rp 454,465,535 1.40 23.14% 4.80 0.21 Layak Alat Pengumpul Kerang Rp 2,956,018 1.71 34.43% 4.95 0.20 Layak Rawai Tetap Rp (8,814) 1.11 6.44% 3.25 0.31 Tidak Layak Sumber : Hasil analisis data lapangan (2012) Usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan pengumpulan kerang termasuk usaha perikanan tangkap dengan nilai IRR besar di Kabupaten Indramayu, yaitu masing-masing 27.93 %, 29,12 %, 23,14 %, dan 34,43 %. Hasil analisis ini menujukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan pengumpulan kerang akan mendatangkan keuntungan yang relatif besar yang lebih tingi daripada disimpan di bank (suku bunga hanya 9,5 % per tahun), yaitu masing-masing yaitu masing-masing 27.93 %, 29,12 %, 23,14 %, dan 34,43 % per tahunnya. Sedangkan untuk usaha perikanan pancing lainnya dan rawai tetap, hasil analisis menunjukkan hanya mendatangkan keuntungan masing-masing 0,76 % dan 6,44 %, dan nilai ini lebih rendah dari suku bunga yang berlaku, sehingga investasi di bank sebaiknya lebih dipilih daripada menjalankan kedua usaha perikanan tangkap tersebut. Hasil analisis parameter ROI menunjukkan bahwa usaha perikanan payang, bubu, jaring insang hanyut (JIH), jaring insang tetap (JIT), dan pengumpulan kerang termasuk usaha perikanan tangkap dengan pengembalian investasi yang tinggi. Usaha perikanan payang paling tinggi ROI-nya yang menunjukkan bahwa usaha ini dapat mengembalikan investasi sebesar 5,18 kali dari investasi yang ditanam. Oleh karena kondisi ini, maka hasil analisis terhadap parameter PP menunjukkan bahwa usaha perikanan payang hand line juga mempunyai perputaran usaha paling cepat/singkat yaitu hanya 0,19. 3) Lembaga Keuangan Potensial dan Jenis Kreditnya Hasil survai lapang menunjukkan paling tidak ada empat lembaga keuangan yang dapat dijadikan mitra kerja usaha perikanan tangkap terpilih di kabupaten Indramayu, yaitu Bank Jabar-Banten, KPL. Mina Sumitra, Bank Danamon, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pada Bank Jabar-Banten, kredit yang umum disediakan terdiri dari kredit peduli Jabar-Banten dengan nilai sekitar Rp 5.000.000, kredit mikro dengan nilai berkisar antara Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000 (umumnya disetujui secara penuh Rp 20.000.000), dan kredit mikro utama dengan nilai berkisar antara Rp 20.000.000 – Rp 50.000.000 (umumnya disetujui setengah dari alokasi maksimum, yaitu Rp 25.000.000). Kredit yang diberikan oleh KPL. Mina Sumitra ada tiga jenis, yaitu kredit investasi, kredit pembiayaan usaha, dan kredit mikro. Kredit investasi biasanya berkisar antara Rp 75.000.000 – Rp 200.000.000, namun bisanya yang disetujui Rp 100.000.000. Kredit pembiayaan usaha yang nilainya mencapai Rp 100.000.000, namun yang biasanya disetujui hanya sekitar Rp 25.000.000. Sedangkan kredit mikro biasanya dimanfaatkan oleh nelayan buruh atau nelayan pemilik usaha perikanan kecil dengan nilai disetujui sekitar Rp 10.000.000. Di samping kredit, KPL. Mina Sumitra juga memberikan jasa pelatihan dan pembinaan kepada para nelayan. Pelatihan tersebut biasanya dianggarkan sekitar Rp 5.000.000 per pelatihan. Pada Bank Danamon, kredit yang dapat diperoleh sektor perikanan, pertanian dan peternakan terdiri dari kredit Mass Market, kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan kredit mikro. Kredit Mass Market termasuk besar, namun biasanya diberikan sekitar Rp 125.000.000. Nilai Kredit Usaha Kecil dan Menengah berkisar Rp 25.000.000 – Rp 50.000.000, namun biasanya disetujui sekitar Rp 30.000.000. Sedangkan kredit mikro bisa mencapai Rp 5.000.000 – Rp 15.000.000, dan namun biasanya disetujui sekitar Rp 10.000.000. Jenis kredit yang bisa dimanfaatkan oleh usaha perikanan tangkap dan dari Bank Rakyat Indonesia ini adalah kredit bisnis umum, kredit agribisnis, kredit modal kerja (KMK), dan kredit usaha pedesaan (KUPEDAS). Kredit Bisnis Umum merupakan menengah ke atas di BRI, namun biasanya disetujui sekitar Rp 100.000.000. Kredit agribisnis lebih dikhususkan kepada usaha agribisnis bidang pertanian, peternakan, dan perikanan, dan nilai yang biasanya disetujui sekitar Rp 20.000.000. Kredit Modal Kerja (KMK) termasuk kredit kecil dan retail di BRI yang biasanya diberikan untuk membantu tambahan modal usaha dari pelaku usaha kecil, dan nilai kredit yang disetujui biasanya sekitar Rp 10.000.000. Sedangkan Kredit Usaha Pedesaan (KUPEDES) merupakan kredit yang banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro dengan nilai/platfond mencapai Rp 100.000.000, namun yang biasanya disetujui sangat kecil yaitu sekitar Rp 3.000.000. 4) Hasil Optimalisasi Kredit/Pembiayaan/Jasa Pada Usaha Perikanan Tangkap Hasil analisis LGP pada Gambar 1 menunjukkan Bank Jabar-Banten (X1) dan KPL. Mina Sumitra (X2) dapat dioptimalkan perannya dalam mendukung usaha perikanan tangkap yaitu masing-masing dengan jumlah paket/rasio peran 21,12 dan 92,8 per jenis kreditnya. Sedangkan Bank Danamon (X3 dan Bank Rakyat Indonesia (X4) belum dibutuhkan perannya saat ini. LP OPTIMUM FOUND AT STEP 7 OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) .000000000 VARIABLE VALUE REDUCED COST DB1 .000000 1.000000 DB2 .000000 1.000000 DB3 .000000 1.000000 DB4 .000000 1.000000 DA5 .000000 1.000000 X2 92.800000 .000000 X3 .000000 .000000 X4 .000000 .000000 X1 21.120000 .000000 Gambar 1. Hasil analisis LGP optimalisasi kredit/pembiayaan/jasa Bila rasio peran tersebut dikonversi ke dalam nilai kredit/pembiayaan/jasa, maka didapatkan alokasi optimal seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4, Kredit Mikro dan Kredit Peduli dari Bank Jabar-Banten dapat dioptimalkan alokasinya masing-masing menjadi Rp 422.400.000 dan Rp 105.600.000 per tahun. Kredit Mikro merupakan kredit yang banyak dimanfaatkan oleh usaha skala menengah atau kecil yang perputaran usahanya cukup bagus. Di Kabupaten Indramayu, kredit ini dimanfaatkan oleh pedagang, kegiatan pengolahan, dana beberapa usaha nelayan. Kredit ini dapat dimanfaatkan oleh usaha perikanan bubu yang perputarannya cukup cepat (1 - 2 hari trip). Sedangkan Kredit Peduli dapat dioptimalkan pemanfaatannya oleh kelompok usaha pengumpulan kerang atau lainnya yang dinyatakan layak dikembangkan. Selama ini, Kredit Peduli dari Bank Jabar-Banten ini banyak dimanfaatkan oleh pedagang ikan dan nelayan yang operasinya bersifat harian. Hal ini karena nilai kredit dan sistem angsurannya yang cukup sesuai dengan siklus usaha mereka. Nilai yang disetujui untuk Kredit Mikro dari Bank Jabar-Banten ini biasanya Rp 5.000.000 dengan angsuran sekitar tiga bulan. Tabel 4. Alokasi optimal kredit/pembiayaan/jasa dari lembaga keuangan pada usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu No. Lembaga Keuangan Nama Kredit/ Pembiayaan/Jasa Alokasi Optimal Kredit/ Pembiayaan/Jasa Usaha Perikanan Tangkap Sasaran 1. Bank Jabar-Banten Kredit Peduli Rp 422.400.000 · Payang · Bubu · Jaring Insang Hanyut (JIH) · Jaring Insang Tetap (JIT) · Alat Pengumpul Kerang Kredit Mikro Rp 105.600.000 2. KPL. Mina Sumitra Kredit Investasi Rp 9.280.000.000 Kredit Mikro Rp 928.000.000 Pembinaan Usaha Rp 464.000.000 Sumber : Olahan hasil analisis data lapangan (2012) KPL. Mina Sumitra sangat diandalkan oleh pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu. Selama ini ini, KPL. Mina Sumitra menjadi penyedia utama modal investasi, modal kerja dan berbagai keperluan melaut yang dibutuhkan nelayan. KPL. Mina Sumitra sangat dekat dengan masyarakat nelayan dan pedagang/pengolah ikan di lokasi karena anggotanya berasal dari kalangan nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya di Kabupaten Indramayu, khususnya yang berbasis di TPI Karansong. Kredit investasi merupakan kredit paling besar yang dapat diberikan oleh KPL. Mina Sumitra. Selama ini kredit ini banyak dimanfaatkan oleh kelompok nelayan/juragan untuk mengadakan/memperbaiki sarana penangkapan yang dimiliki. Nilai kredit ini dapat dioptimalkan sehingga menjadi Rp 9.280.000.000 per tahunnya. Kredit mikro di KPL. Mina Sumitra banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan sekala kecil seperti bubu, alat pengumpul kerang, dan pancing yang lain. Kredit mikro di KPL. Mina Sumitra banyak dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan sekala kecil seperti bubu, alat pengumpul kerang, dan pancing yang lain. Oleh karena pancing yang lain termasuk tidak layak dikembangkan dikembangkan di lokasi, maka sebaiknya tidak menjadi sasaran kredit mikro lagi, karena dapat menjadi sumber konflik. Untuk ke depan, alokasi Kredit Mikro ini dapat diatur sehingga menjadi Rp 928.000.000 per tahun. KPL. Mina Sumitra juga selalu memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan-pelatihan sebagai bentuk pengabdian non pamrih kepada anggota. Pelatihan dan pembinaan tersebut biasanya diberikan dengan bekerjasama dengan Syah Bandar, Dinas KP, dan lainnya. Hal ini karena sumberdaya manusia yang dimiliki oleh KPL. Mina Sumitra sangat terbatas. Bila selama ini alokasi untuk pembinaan anggota hanya sekitar Rp 100.000.000, maka dapat ditingkatkan menjadi Rp 464.000.000 per tahun. Biaya pembinaan ini memang cukup besar, tetapi dengan peningkatan kinerja anggota baik nelayan, pengusaha, pedagang, pengolah ikan dan lainnya yang berbasis di TPI Karangsong melalui berbagai pembinaan yang dilakukan KPL. Mina Sumitra, maka biaya tersebut sangat kecil. Pembahasan Pembiayaan ketujuh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu yang cenderung menurun setiap tahunnya memberi indikasi bahwa tidak banyak kerusakan atau permasalahan serius yang terjadi pada usaha perikanan tangkap setelah dilakukan investasi di tahun pertama. Hal ini bisa disebabkan oleh kecenderungan nelayan khususnya yang berskala besar yang lebih memiliki peralatan penangkapan kuat dan berkualitas tinggi, walaupun dengan investasi relatif mahal. Kondisi ini bisa terlihat dari pembiayaan awal (investasi) usaha perikanan payang, usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan usaha perikanan rawai tetap yang sangat besar-masing-masing mencapai Rp 186.814.286, Rp 324.206.250, Rp 553.368.800, Rp 2.104.225, dan Rp 115.369.565. Pembiayaan yang besar dari nelayan tersebut juga berdampak cukup positif pada manfaat (benefit) yang diberikan. Nelayan-nelayan dari usaha perikanan payang, JIH, JIT, dan rawai tetap mendapatkan keuntungan cukup besar (NPV payang = Rp 169.798.012, NPV JIH = Rp 344.738.291, NPV JIT = Rp 454.465.535) meskipun tidak selalu meningkat. Selama ini nelayan dapat menjangkau perairan yang luas dalam melakukan penangkapan, dan dapat berhari-hari di laut karena armada penangkapan yang dimiliki memadai. Namun, pola penangkapan ini juga terkadang memberatkan bila hasil tangkapan turun karena nelayan tetap membutuhkan biaya besar untuk tetap melaut. Kondisi ini menjadi penyebab manfaat (benefit) usaha penangkapan terkadang menurun, misal pada usaha perikanan JIT di ke-2 pengoperasiannya. Terkait dengan ini, maka dukungan lembaga keuangan sangat diperlukan termasuk juga untuk membantu usaha perikanan skala kecil usaha perikanan bubu, usaha perikanan pancing lainnya, dan usaha pengumpulan kerang. Usaha pancing lainnya dan rawai tetap mempunyai nilai NPV, B/C ratio, dan IRR yang tidak standar, sehingga bila dilakukan dapat merugi. Parameter finansial ini perlu menjadi perhatian, supaya nelayan tidak terjebak pada usaha-usaha perikanan tangkap yang justru mempersulit nelayan dan menjadi masalah sosial di lokasi. Terkait dengan ini, maka dari tujuh jenis usaha perikanan tangkap yang banyak diusahakan nelayan di Kabupaten Indramayu tersebut hanya ada lima yang dapat dilanjutkan dan layak didukung oleh lembaga keuangan, yaitu usaha perikanan payang, usaha perikanan bubu, usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan usaha pengumpulan kerang. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dengan berbagai jenis kredit/jasa/pembiayaannya dapat disebabkan oleh skala kredit yang ditawarkan tidak cocok bagi nelayan, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. Untuk skala kredit misalnya, meskipun Bank Jabar-Banten termasuk lembaga keuangan yang dibutuhkan peran dan kemitraannya, tetapi untuk kredit mikro utamanya tidak dibutuhkan karena pembiayan yang dibutuhkan oleh usaha perikanan tangkap layak tidak ada yang berkisar antara Rp 20.000.000 – Rp 50.000.000. Pembiayaan tahunan yang dibutuhkan setiap usaha perikanan tangkap tersebut di Kabupaten Indrmayu sekitar Rp 100.000.000 untuk payang, Rp 10.000.000 untuk bubu, Rp 150.000.000 untuk JIH, Rp 150.000.000 untuk JIT, dan Rp 3.000.000 untuk usaha pengumpulan kerang. Dalam masalah relasi, selama ini Bank Danamon belum melakukan pendekatan pada usaha perikanan tangkap dan selama ini banyak pada usaha kecil bidang jasa dan perdagangan. Hal yang sama juga untuk bank rakyat Indonesia, mereka menganggap KPL Mina Sumitra telah mengambil peran yang cukup banyak sehingga menyulitkan mereka untuk masuk ke masyarakat pesisir. Akibat dari kondisi ini, maka biaya mungkin akan lebih besar dan upaya akan sia-sia bila harus mencari nasabah secara sengaja ke lokasi tersebut, padahal untuk masalah penjaminan tak bisa ditawar-tawar. Untuk masalah penjaminan, memang hampir semua lembaga keuangan mempermasalahkan lemahnya kemampuan nelayan dan masyarakat pesisir dalam penyediaan jaminan yang dibutuhkan. Lembaga keuangan, umumnya mengharapkan jaminan berupa sertifikat tanah, rumah, gedung, dan lainnya yang tidak bergerak, sedangkan nelayan umumnya mempunyai perahu yang sifatnya bergerak sehingga berpeluang untuk hilang atau tenggelam. Beberapa nelayan yang memiliki rumah atau tanah, umumnya tidak punya sertifikat atau lainnya. Mereka kesulitan dalam mengurus surat-surat tersebut karena birokrasi yang berbelit-belit dan biaya perijinan yang mahal. Faktor kepercayaan juga merupakan hal penting yang menjadi pertimbangan lembaga keuangan. Beberapa nelayan ada yang berasal dari luar Indramayu sehingga sangat sulit menjalin komitmen dengan mereka. Disamping itu, beberapa nelayan yang sudah berkomitmen dengan lembaga keuangan, juga terkadang tidak ditepati bila mereka sedang kepepet sehingga justru membuat konflik dengan lembaga keuangan. Adapun lembaga keuangan yang menjalin mitra dengan nelayan di Kabupaten Indramayu selama ini diantaranya KPL Mina Sumitra, Bank Jabra-Banten, Bank Rakyat Indonesia dan Bank Danamon. Selain KPL Mina Sumitra, kredit atau mitra lainnya dari tiga lemba keuangan lainnya sangat terbatas dan belum terlihat dikembangkan lanjut. KPL Mina Sumitra memang jadi satu-satau lembaga keuangan yang intensif membantu nelayan karena kebetulan lembaga keuangan ini merupakan bentuk nelayan, namun sampai pada kondisi tertentu dananya juga terbatas. Terhadap kondisi tersebut memang diperlukan kesadaran dan pengertian dari semua pihak terutama kalangan nelayan dan aparat Pemerintah daerah sehingga lembaga keuangan merasa aman dalam memberikan kredit dan nelayan dapat memanfaatkan kredit yang ada. Kesimpulan dan Saran 1) Kesimpulan Pembiayaan ketujuh usaha perikanan tangkap di Kabupaten Indramayu yang cenderung menurun setiap tahunnya. Usaha perikanan payang, jaring insang hanyut (JIH) dan jaring insang tetap (JIT) merupakan usaha perikanan tangkap yang pantaistis dan menjanjikan (NPV payang = Rp 169.798.012, NPV JIH = Rp 344.738.291, NPV JIT = Rp 454.465.535). Lima dari tujuh usaha perikanan tangkap yang banyak diusahakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu, yaitu usaha perikanan payang, usaha perikanan bubu, usaha perikanan jaring insang hanyut (JIH), usaha perikanan jaring insang tetap (JIT), dan usaha pengumpulan kerang mempunyai NPV, B/C ratio, IRR, ROI, dan PP sesuai yang dipersayaratkan. Terkait dengan ini, maka kelima usaha perikanan tangkap tersebut layak didukung pengembangannya. Bank Jabar-Banten, KPL. Mina Sumitra, Bank Danamon, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan lembaga keuangan yang potensial mendukung usaha perikanan tangkap layak tersebut di lokasi. Namun untuk saat ini, hanya Bank Jabar-Banten dan KPL. Mina Sumitra yang dibutuhkan perannya dengan lima jenis kredit/pembiayaan/jasa yang dapat dioptimalkan alokasinya. Alokasi optimal Kredit Mikro dan Kredit Peduli pada Bank Jabar-Banten masing-masing mencapai Rp 422.400.000 dan Rp 105.600.000 per tahun. Alokasi optimal Kredit Investasi, Kredit Mikro, dan jasa pembinaan usaha pada Pada KPL. Mina Sumitra masing-masing mencapai Rp 9.280.000.000, Rp 928.000.000, dan Rp 464.000.000 per tahun. Adanya lembaga keuangan yang tidak dibutuhkan perannya dengan berbagai jenis kredit/jasa/pembiayaannya dapat disebabkan oleh skala kredit yang ditawarkan tidak cocok bagi nelayan, relasinya belum terbangun, masalah penjaminan serta faktor kepercayaan. 2) Saran Akses pemodalan bagi usaha perikanan tangkap yang termasuk kategori layak dikembangkan perlu dipermudah dalam bentuk kemudahan perijinan dan birokrasi, serta aparat PEMDA perlu membantu penjaminan yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan/perbankan terutama bagi nelayan yang kurang mampu. DAFTAR RUJUKAN Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Data Statistik Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jakarta. Depkominfo. 2007. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), http://www.depkominfo.go.id/ Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). 2004. Rencana Strategis Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2001-2004. DKP, Jakarta. 96 hal. Imron, M. 2008. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal Yang Berkelanjutan di Perairan Tegal, Jawa Tengah. Disertasi Sekolah Pascasarjana, IPB. Bogor Kimker, A. L. 1994. Tunner Crab Survival in Closed Pots. Alaska Fishery Research Bulletin, Vol 1 No. 2 pp 179 – 183. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Marketing Management 9 e. Analisis Perencanaan Implementasi dan Kontrol. Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. Pearce, D. dan D. Moran. 1994. The Economic Value of Biodiversity. IUCN – The World Conservation Union. London, UK. Pearce dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik. Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Satu. Alih Bahasa Terbitan Pertama Bina Aksara. Jakarta. PMB. 2004. Swamitra Mina Sumber Pembiayaan Alternatif Bagi Masyarakat Pesisir, http://www.dkp.go.id/content.php?c=1326 Suman, A., Rijal, M., dan Subani, W. 1993. Status Perikanan Udang Karang di Pe